Langsung ke konten utama

Cahaya di Timor; Pemulung Bangun Dua Sekolah Gratis


Keterbatasan biaya dan pendidikan tak menyurutkan niat Yoseph Orem Blikololong (57) untuk memajukan pendidikan. Dengan tekad dan kepedulian yang besar, lelaki yang sehari-hari berbrofesi sebagai pemulung ini mendirikan dua sekolah bagi anak-anak jalanan di Kota Kupang.

Yoseph Orem Blikololong adalah pria asal Lembata, Nusa Tenggara Timur. Menghabiskan masa bangku pendidikan sampai tingkat SMA di kampungnya, ia kemudian hijrah ke Kupang bermaksud melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, niatnya itu harus putus di tengah jalan karena terkendala masalah keuangan. Sejak itu, ia beralih menjadi supir bemo (angkutan kota). Beberapa tahun sesudahnya, ia banting stir menjadi seorang pemulung.
Sejak tahun 2004 Yoseph menjalankan hari-harinya sebagai seorang pemungut sampah di Ramayana Mall. Yoseph yang menikahi Sefrina Mak (50) ini dikaruniai enam orang anak. Penghasilan dari hasil memulungnya bisa dibilang cukup, hingga ia berhasil menyekolahkan tiga orang anaknya sampai ke perguruan tinggi.

Namun, Yoseph merasa prihatin dengan kondisi kehidupan orang-orang di sekitarnya yang bernasib lebih buruk dari dirinya.  Melihat hal tersebut, ia bertekad membangun sekolah khusus untuk mereka yang kurang mampu. “Saya melihat di sekitar lingkungan saya ini, banyak sekali anak-anak usia dini yang berkeliaran. Mereka sebenarnya mau sekolah, tapi sekolah memasang biaya yang tinggi, sehingga mereka yang orang tuanya tidak mampu akhirnya tidak bersekolah. Oleh karena itu, saya berkeinginan untuk menampung mereka tanpa biaya,” tutur Yoseph saat tim Cakrawala NTT dan TVRI mengunjungi sekolah mereka.

Pemulung asal Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur tersebut tidak peduli dengan hidupnya yang pas-pasan. Dirinya memiliki kepeduliaan terhadap pendidikan di NTT, sehingga dengan percaya diri dan motivasi yang tinggi,  Yoseph berhasil membangun dua sekolah gratis untuk anak-anak jalanan, yaitu; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diberi nama PAUD Peduli Kasih serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) Surya Mandala Kupang.

Namun, keterbatasan biaya masih menjadi masalah utama. Rumahnya yang sederhana di Kompleks STIBA, jalan Timor Raya kilometer 6, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima pun akhirnya dipakai sebagai tempat kegiatan belajar mengajar PAUD Peduli Kasih. Sementara untuk SMP Surya Mandala Kupang, Yoseph menyewa empat ruangan bekas taman kanak-kanak yang beralamat di Jalan Timor Raya kilometer 9 Gang Monitor, Kelurahan Oesapa.

Dua sekolah tersebut menampung siswa/i yang berasal dari latar belakang keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi. Banyak diantaranya adalah anak-anak jalanan, penjual koran, konjak bemo (kondektur angkutan umum), dan penjual plastik di pasar. “Saya lihat banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa putus sekolah dan hari-harinya dipakai sebagai konjak bemo, memungut besi tua dan sampah, serta tolak gerobak dan jualan plastik di pasar. Mereka itu yang kemudian saya ajak untuk masuk dan bersekolah di SMP saya,” ucapnya saat diwawancarai oleh saya sendiri waktu mengikuti diskusi di pondok secangkir kopi.

PAUD Peduli Kasih didirikan Yoseph pada tahun 2008. Pada awalnya jumlah siswa ialah 60 orang, tetapi terus berkurang saat tahun pertama sekolah itu didirikan hingga yang tersisa 20 anak saja. Sementara itu, SMP Surya Mandala dibangun tahun 2011, dengan jumlah siswa awal 60 anak. Jumlah ini terus bertambah hingga mencapai 80 siswa di awal-awal tahun ajaran sekolah tersebut.
Di PAUD, terdapat satu orang tenaga pengajar yang digaji setiap bulannya Rp 200.000. Tenaga pengajar ini ditambah dengan istrinya sendiri. Sedangkan di SMP, terdapat 9 tenaga pengajar, termasuk satu orang kepala sekolah. Para guru ini diberi upah Rp 100.000 per bulan, sedangkan kepala sekolah Rp 200.000. Yoseph mengatakan itu bukanlah gaji untuk mereka, akan tetapi hanya sebuah ungkapan terima kasih, karena mereka telah membantu mendidik anak-anak dengan ikhlas. “Sebenarnya saya tidak menyebut itu sebagai gaji, tapi sebagai uang transport buat para guru. Karena bekerja secara ikhlas dalam membantu para siswa/i yang kurang mampu,” ungkap Yoseph ketika menjadi narasumber di RRI Pro 2 yang bekerja sama dengan Cakrawala NTT.

Yoseph mengaku terinpirasi akan tayangan di televise, dia pernah menonton sejumlah sosok sederhana yang mampu membangun sekolah untuk para siswa/i kurang mampu di daerah Jawa. Hal tersebut yang membuatnya berpikir keras untuk membangun sekolah gratis bagi siswa/i yang tidak mampu di NTT. “Walaupun hidup saya pas-pasan, namun saya berusaha untuk tetap membantu sesama yang lebih membutuhkan, sebab bagi saya, ketika saya membantu sesama, maka pasti saya pun akan dibantu oleh orang lain,” tuturnya menjawab pertanyaan penyiar sewaktu siaran di Pro 2 Kupang.

Yoseph bukanlah pemulung biasa. Tahun 2009 lalu ia bertekad untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Hal ini ditentang oleh istrinya, namun berkat tekad dan mimpi yang demikian besar dalam dirinya, pasangan hidupnya itu pun akhirnya merestui keinginannya. Oleh karenanya, ia pun melanjutkan pendidikan di Universitas Kristen Artha Wacana (Unkris) Kupang hingga berhasil memperoleh gelar sarjana hukum pada tahun 2016.
Yoseph juga masih memiliki impian yang ingin dicapai. Ia berharap dapat membangun Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta asrama khusus untuk anak-anak yang berlatar belakang ekonomi lemah, sehingga akan menjadi lengkap, mulai dari PAUD hingga SMK. Yoseph sangat berharap agar pemerintah daerah hingga pusat, lebih banyak memperhatikan anak jalanan dan siswa/i dari keluarga kurang mampu, sehingga mereka bisa menikmati pendidikan yang layak. ”Mereka adalah anak-anak bangsa, jangan anak tirikan mereka, karena itu mereka juga harus diperhatikan oleh pemerintah,” ujarnya di program “Cakrawala Budaya” RRI pro 2.


Hingga kini Yoseph menghabiskan hari-harinya sebagai pengajar pada pagi hari dan sore hari ia kembali memulung. Anaknya yang pertama telah menyelesaikan studi S1 dan saat ini bekerja sebagai guru di Kabupaten Lembata. Dua orang lainnya masih kuliah, sementara yang lainnya masih duduk di bangku SMA dan SMP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sorgum dan Putak; Menuju Kedaulatan Pangan di NTT

NTT memiliki beraneka ragam bahan pangan, di antaranya padi, kedelai, sorgum, jagung, putak serta ubi. Namun kenyataannya, masyarakat NTT masih menganggap beras sebagai acuan utama pangan. Sehingga ketika ada daerah-daerah yang gagal panen padi, dianggap sedang mengalami musim kelaparan, dan mirisnya bantuan yang datang dari pemerintah seringkali berupa mie instan atau makanan instan lainnya. Pada tahun 2013, Perkumpulan PIKUL berhasil mengidentifikasi 5 jenis serealia buah yang merupakan pangan lokal di NTT, diantaranya terdapat 11 jenis umbi-umbian, 12 jenis kacang-kacangan dan 7 jenis batang, bunga, termasuk gewang. Hal tersebut  sudah sangat sangat potensial menjadikan NTT sebagai pemilik ketahanan pangan yang beragam. Perkumpulan PIKUL merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sering mengkampanyekan keberagaman pangan lokal di beberapa daerah yaitu; Semau dan Amfoang, dengan konsep yang dinamakan  Travel and Writing Visit .  Travel and Writing Visit  adala

Menjadi Inspirasi Bagi Orang Lain; Mulai Dari Diri Sendiri.

Kita semua tentu mengidolakan seseorang dan terinspirasi dari keteladanannya. Menjadi inspirasi bagi orang lain adalah suatu hal yang  lebih baik daripada memiliki keinginan untuk mengubah orang lain, karena diri kita sendiri masih belum berubah. Banyak hal yang dapat kita upayakan untuk memilikinya, jika secara konsisten kita melaksanakannya maka pada akhirnya  kita juga dapat menginspirasi orang lain, dan mereka juga dapat melakukan  hal yang sama seperti yang kita lakukan. O rang NTT tentu mengenal Andmesh Kamaleng (Juara Rising Star), Mario Klau (Juara The Voice), Manuel Alberto Maia (Sutradara asal Kupang) dengan filmnya yang berjudul NOKAS, telah berhasil menembus Eurasia Internatitonal Film Festival 2016 di Kazakhstan. Kita semua pasti memiliki mimpi dan cita-cita yang besar sama seperti mereka, namun pada nyatanya tidak sem ua kita mampu mewujudkan apa yang kita inginkan menjadi ke nyata an . Kita dapat berkaca pada ke tiga nama di atas dengan apa yang telah mere