Kafe d’Umma Au 3b mungkin belum akrab di telinga banyak orang Sumba. Namun, bukan tak mungkin kafe ini akan menjadi salah satu daya tarik di tengah meningkatnya aktivitas manusia dengan teknologi mutakhir sebagai urat nadinya. Apa yang ditawarkan kafe yang berlokasi di Simpang Tiga Laimanggi, Jln. Waingapu-Melolo, Sumba Timur, ini? Bila kafe-kafe yang sekarang menjamur memberikan layanan wifi gratis bagi pengunjungnya, tidak demikian dengan Kafe d’Umma Au 3b (baca: de uma au three bi). Di kafe yang mulai beroperasi sejak 21 April 2017 ini, para pengunjung diberikan kesempatan membaca buku-buku yang disediakan sang pemilik kafe tersebut, Imelda Maramba. Ini merupakan cara Imel, begitu sapaan manisnya, mengintegrasikan lahan ekonomi kreatifnya dengan budaya literasi, terutama budaya membaca, yang sekarang semakin kencang dikampanyekan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok yang peduli pada pentingnya literasi bagi generasi muda. Bukankah kafe adalah tempat menikmati kopi
Keterbatasan biaya dan pendidikan tak menyurutkan niat Yoseph Orem Blikololong (57) untuk memajukan pendidikan. Dengan tekad dan kepedulian yang besar, lelaki yang sehari-hari berbrofesi sebagai pemulung ini mendirikan dua sekolah bagi anak-anak jalanan di Kota Kupang. Yoseph Orem Blikololong adalah pria asal Lembata, Nusa Tenggara Timur. Menghabiskan masa bangku pendidikan sampai tingkat SMA di kampungnya, ia kemudian hijrah ke Kupang bermaksud melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, niatnya itu harus putus di tengah jalan karena terkendala masalah keuangan. Sejak itu, ia beralih menjadi supir bemo (angkutan kota). Beberapa tahun sesudahnya, ia banting stir menjadi seorang pemulung. Sejak tahun 2004 Yoseph menjalankan hari-harinya sebagai seorang pemungut sampah di Ramayana Mall. Yoseph yang menikahi Sefrina Mak (50) ini dikaruniai enam orang anak. Penghasilan dari hasil memulungnya bisa dibilang cukup, hingga ia berhasil menyekolahkan tiga orang anaknya sampai k